ANTIBIOTIK GOLONGAN
AMINOGLIKOSIDA
I.
PENDAHULUAN
Interaksi
obat atau lebih dikenal dengan istilah drug
interaction, merupakan interaksi yang terjadi antar obat yang dikonsumsi
secara bersamaan. Interaksi obat dapat menghasilkan efek baik terhadap pasien,
namun tidak jarang menghasilkan efek buruk, sehingga hal ini merupakan salah
satu penyebab terbanyak terjadinya kesalahan pengobatan. Secara umum, kesalahan
pengobatan akibat interaksi obat ini jarang terungkap akibat kurangnya
pengetahuan kita, baik dokter, apoteker, apalagi pasien tentang hal ini
(Dalimunthe, 2009).
Aminoglikosida
merupakan first-line terapi untuk
penyakit-penyakit tertentu yang spesifik, biasanya infeksi-infeksi yang dulunya
terkenal, misalnya penyakit pes, tularemia, dan tuberkulosis; obat-obat ini
juga sering digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri
aerobik gram-negatif. Tidak seperti kebanyakan obat-obat yang menghambat
sintesis protein mikroba, yang merupakan bakteriostatik, aminoglikosida
merupakan bakterisid (Brunton, et.al., 2008).
II.
PENGERTIAN
Antibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan
atau diturunkan oleh organisme hidup termasuk struktur analognya yang dibuat
secara sintetik, yang dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam
kehidupan satu spesies (Dalimunthe, 2009).
Aminoglikosida
adalah sekelompok antibiotik bersifat bakterisid yang berasal dari berbagai spesies
Streptomyces dan mempunyai sifat kimiawi, antimikroba, farmakologi dan efek
toksik yang sama (Jawetz et al., 2008). Aminoglikosida merupakan senyawa
yang terdiri dari dua atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat ikatan
glikosidik pada inti heksosa (Ganiswarna, 1999).
III.
PEMBAGIAN
OBAT-OBATAN
Berdasarkan kemampuan
untuk membunuh kuman penyakit, antibiotik dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Bersifat
bakterisid (dapat membunuh bakteri), misalnya: penisilin,
sefalosporin,streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin dan basitrasin.
2. Bersifat
bakteriostatik (menghambat perkembangbiakan bakteri), misalnya:sulfonamide,
trimetropim, kloramfenikol, tetrasiklin, linkomisin danklindamisin.Aktivitas
antibiotik tertentu (misalnya INH dan eritromisin) dapat meningkatdari
bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya
ditingkatkanmelebihi kadar hambat minimal (KHM)
Berdasarkan spektrum
aktivitasnya antibiotik dibagi menjadi:
1. Antibiotik
dengan spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif maupungram negatif,
contoh : turunan tetrasiklin, turunan kloramfenikol, turunanaminoglikosida,
turunan makrolida, rifampisin, beberapa turunan penisilinseperti ampisilin,
amoksisillin, bakampisilin, karbenisilin, hetasilin, pivampisilin,
sulbenisilin dan tikarsilin serta sebagian besar turunansefalosporin.
2. Antibiotik
yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram positif, contoh :
basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin,
seperti benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenetisilin K,
metisilin Na,nafsilin Na, oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan
floksasilin Na,turunan linkosamida, asam fusidat dan beberapa turunan
sefalosporin. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram
negatif,contoh: kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.
3. Antibiotik
yang aktivitasnya lebih dominan terhadap Mycobacteriae(antituberkulosis),
contoh: streptomisin, kanamisin, sikloserin, rifampisin,viomisin, kapreomisin.
4. Antibiotik
yang aktif terhadap jamur (antijamur), contoh: griseofulvin danantibiotik
polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan kandisidin.
5. Antibiotik
yang aktif terhadap neoplasma, contoh: aktinomisin, bleomisin,daunorubisin,
doksorubisin, mitomisin dan mitramisin.
Penggolongan antibiotik
berdasarkan mekanisme atau tempat kerja antibiotik tersebut pada kuman, yaitu:
1. Antibiotik
yang bekerja menghambat sintesis dinding sel kuman, termasuk di sini adalah
basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, ristosetin dan lain-lain.
2. Antibiotik
yang merubah permeabilitas membran sel atau mekanisme transport aktif sel. Yang
termasuk di sini adalah amfoterisin, kolistin, imidazol, nistatin dan
polimiksin.
3. Antibiotik
yang bekerja dengan menghambat sintesis protein, yakni kloramfenikol,
eritromisin (makrolida), linkomisin, tetrasiklin dan aminogliosida.
4. Antibiotik
yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat, yakni asam nalidiksat,
novobiosin, pirimetamin, rifampisin, sulfanomida dan trimetoprim.
Penggolongan antibiotik
berdasarkan struktur kimia dibedakan beberapa kelompok yaitu:
1. Antibiotik
beta laktam, yang termasuk antibiotik beta laktam yaitu penisilin(contohnya:
benzyl penisilin, oksisilin, fenoksimetil penisilin, ampisilin),sefalosporin
(contohnya: azteonam) dan karbapenem (contohnya: imipenem).
2. Tetrasiklin,
contoh: tetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin.
3. Kloramfenikol,
contoh: tiamfenikol dan kloramfenikol.d) Makrolida, contoh: eritromisin dan
spiramisin.
4. Linkomisin,
contoh: linkomisin dan klindamisin.
5. Antibiotik
aminoglikosida, contoh: streptomisin, neomisin, kanamisin,gentamisin dan
spektinomisin.
6. Antibiotik
polipeptida (bekerja pada bakteri gram negatif), contoh: polimiksinB, konistin,
basitrasin dan sirotrisin.
7. Antibiotik
polien (bekerja pada jamur), contoh: nistatin, natamisin, amfoterisindan griseofulvin
(Dalimunthe, 2009).
IV.
MEKANISME
KERJA
Aminoglikosida
bekerja dengan tiga cara, yaitu (1) penghambatan sintesis protein dari bakteri.
Setelah memasuki sel aminoglikosida akan mengikatkan diri dengan reseptor pada
30s ribosom bakteri, kemudian menghambat pengikatan dari aminoasil-tRNA dan
mengakibatkan kesalahan pembacaan mRNA, sehingga protein yang tidak berfungsi
yang disintesis; (2) mengganggu kompleks awal pembentukan peptida; dan (3)
menyebabkan suatu pemecahan polisom menjadi monosom yang tidak berfungsi (Katzung,
1998).
Antibiotik
aminoglikosida merupakan bakterisid yang kerjanya cepat. Pembunuhan bakteri
tergantung pada konsentrasi, tetapi aktivitas bakterisid residual masih ada
walaupun konsentrasi serum telah menurun di bawah konsentrasi penghambatan
minimum (Brunton, et.al., 2008).
Diatur
oleh potensial elektrik membran, aminoglikosida berdifusi melalui saluran-saluran
encer yang dibentuk oleh protein porin pada membran terluar dari bakteri gram
negatif dan memasuki ruang periplasma. Proses yang kecepatannya terbatas ini
dapat diblok atau dihambat dengan penurunan pada pH atau kondisi anaerobik,
seperti pada bisul. Sekali berada di dalam sel, aminoglikosida mengikat
polysome dan mengganggu sintesis protein dengan menyebabkan kesalahan pembacaan
dan terminasi prematur dari translasi mRNA. Protein abnormal yang dihasilkan
mungkin dimasukkan ke dalam membran sel, mengubah permeabilitas dan kemudian
menstimulasi transpor aminoglikosida (Brunton, et.al., 2008).
V.
TABEL
INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT
No
|
Nama
Obat A
|
Nama
Obat B
|
Mekanisme
Obat A
|
Mekanisme
Obat B
|
Efek
|
Kategori
|
1.
|
Aminoglikosida
(Amikasin, Gentamisin, Tobramisin)
|
Antijamur
(Amphoterisin B, Imipenem)
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Berikatan dengan ergosterol pada
membrane sel yang mempunyai gugus sterol.
|
Keduanya memiliki efek nefrotoksik
sehingga dapat terjadi adisi efek nefrotoksik. Amphoterisin B menurunkan klirens aminoglikosida.
|
Aditif
|
2.
|
Aminoglikosida
(Kanamisin, Streptomisin,
Gentamisin, Neomisin)
|
Diuretik
(Asam etakrinat, Bumetanid,
Furosemid)
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menghambat reabsorpsi ion Na, K
dan Cl serta air di lengkung henle
|
Ototoksisitas - diuretik dapat
menyebabkan kerusakan pada telinga dan gangguan pendengaran, tapak kerja
aminoglikosida pada jaringan sel rambut pada telinga memudahkan penetrasi
diuretik pada jaringan cochlear.
|
Aditif
|
3.
|
Aminoglikosida
(Gentamisin)
|
Preeclampsia
(Magnesium sulfat)
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menekan pengeluaran asetilkolin
pada motor endplate
|
Memblok otot pernafasan –
aminoglikosida dan ion magnesium punya aktivitas pemblok neuromuskular.
|
Aditif
|
4.
|
Aminoglikosida
|
Imunosupresan
(Siklosporin)
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menekan secara langsung sel T
helper subsets dan menekan secara umum produksi limfokin-limfokin
|
Nefrotoksik
|
Aditif/sinergis
|
5.
|
Aminoglikosida
|
Gallium
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
-
|
Nefrotoksik
|
Aditif
|
6.
|
Aminoglikosida
|
Malathion
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menghambat kerja kolinesterase
terhadap asetilkolin
|
Kemungkinan depresi pernafasan
|
Aditif
|
7.
|
Aminoglikosida
|
Agen pemblok neuromuskular
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menghambat pengikatan dan efek
dari ACh ke reseptor
|
Peningkatan pemblok neuromuskular
|
Aditif
|
8.
|
Aminoglikosida
|
Polimiksin
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Merusak membran dalam dan membran
luar dari bakteri gram negatif
|
Nefrotoksisitas; peningkatan
pemblok neuromuskular
|
Aditif
|
9.
|
Gentamisin
|
Pancuronium
|
Aktivitas pemblok neuromuskular
|
Relaksan otot
|
Depresi pernafasan
|
Aditif
|
10.
|
Gentamisin
|
Cephalothin
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menghambat
sintesa dinding sel bakteri dengan mengganggu cross-linking akhir
peptidoglikan dan mengaktifkan enzim otolitik dinding sel.
|
Nefrotoksik- mekanisme belum dapat
dipastikan.
|
Aditif
|
11.
|
Kanamisin
|
Cidofovir
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menghambat sintesis DNA virus
dengan memperlambat kemudian menghentikan perpanjangan rantai
|
Nefrotoksik
|
Aditif
|
12.
|
Kanamisin
|
Atracurium
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menghambat transmisi neuromuskular
|
Depolarisasi dan non-depolarisasi
relaksan otot
|
Aditif
|
13.
|
Kanamisin
|
Mesalamine/
apriso
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Mencegah sintesis
histamine seperti prostaglandin dll
|
Nefrotoksik
|
Aditif
|
14.
|
Aminoglikosida (Amikasin,
Gentamisin)
|
NSAID (Indometasin, Ibuprofen)
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menghambat
enzim cyclooxygenase (COXs)
|
Peningkatan kadar
aminoglikosida – NSAID menghambat filtrasi glomerulus aminoglikosida.
|
Potensiasi
|
15.
|
Aminoglikosida
|
Vankomisin
|
Menembus dinding sel bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
|
Menghambat sintesis dinding sel
|
Kemungkinan nefrotoksisitas dan
ototoksisitas
|
Potensiasi
|
VI.
INTERAKSI
OBAT DENGAN OBAT HERBAL
No
|
Obat A
|
Herbal
|
Mekanisme obat A
|
Mekanisme herbal
|
Efek
|
Kategori
|
1
|
Aminoglikosida (amikasin, gentamisin, tobramisin)
|
Ginkgo Biloba
|
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri
pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
Menyebabkan ototoksisitas dengan merusak bagian
telinga dalam.
|
Meningkatkan sirkulasi darah
|
Meningkatkan ototoksisitas
|
Aditif
|
2
|
Vancomisin
|
Calophillum
moonii
|
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri
pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
|
Mengandung Calozeyloxanton yang bersifat
antibakteri
|
Meningkatkan efek antibakteri vancomisin
|
Sinergis
|
3
|
Gentamisin, vancomisin
|
Garcinia
mangostana
|
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri
pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
|
Mengandung α-mangostin yang bersifat antibakteri
|
Meningkatkan efek antibakteri gnetamisin dan
vancomisin
|
Sinergis
|
VII. INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN
No.
|
Nama Obat
|
Makanan
|
Mekanisme Obat A
|
Mekanisme Makanan
|
Efek
|
1.
|
Aminoglikosida
|
Yogurt
|
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri
pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
|
Mengandung Lisin, meningkatkan
terbentuknya karnitin, dengan demikian lemak tubuh yang mengalami β-oksidasi
semakin meningkat
|
Meningkatkan ototoksisitas
|
2.
|
Aminoglikosida
|
Keju Parmesan
|
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri
pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
|
Mengandung Lisin, meningkatkan
terbentuknya karnitin, dengan demikian lemak tubuh yang mengalami β-oksidasi
semakin meningkat
|
Meningkatkan ototoksisitas
|
3.
|
Aminoglikosida
|
Susu
|
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri
pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
|
Mengandung Lisin, meningkatkan
terbentuknya karnitin, dengan demikian lemak tubuh yang mengalami β-oksidasi
semakin meningkat
|
Meningkatkan ototoksisitas
|
(Traub)
VIII.
CONTOH
OBAT DI PASARAN
1.
ALOSTIL (Phapros)
Komp:
Amikacin Sulfate
2.
ETHIGENT (Ethica)
Komp: Gentamicin Sulfate
3.
GARAMYCIN (Schering-Plough)
Komp: Gentamicin Sulfate
4.
GLYBOTIC (Sanbe)
Komp: Amikacin
5.
KANAMYCIN MEIJI (Meiji)
Komp:
Kanamycin monosulfate
6.
MIKAJECT (Mahakam Beta Farma)
Komp:
Amikacin Sulfate
7.
MIKASIN (Kalbe Farma)
Komp: Amikacin Sulfate
8.
OTTOGENTA (Otto)
Komp:
Gentamicin sulfate
9.
SAGESTAM (Sanbe)
Komp:
Gentamicin sulfate
1.
TIMACT INJEKSI (Fahrenheit)
Komp:
Gentamicin Sulfate (IDI, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Baxter, K. (2008). Stockley’s Drug Interactions. Eighth Edition. UK: Pharmaceutical
Press. Pages 285-291
Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D.,
and Buxton, I. (2008). Goodman &
Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc. Pages 751, 753
Dalimunthe,
A. (2009). Interaksi pada Obat
Antimikroba. Medan: Departemen Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara. Halaman 3, 12-13.
Ganiswarna,
S.G. (1999). Farmakologi dan Terapi.
Edisi V. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Halaman 661
IDI.
(2012). MIMS. Edisi Bahasa Indonesia.
Volume 13. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Halaman 207-209
Iperen,
J. H. V., and Iperen, S. M. V. (1986). Supreme
Court of Iowa.
http:// scholar.google.co.id
http:// scholar.google.co.id
Jawetz,
E., Melnick, J.L. and Adelberg, E.A.. (2008). Medical Microbiology, 23rd Ed. The McGraw-Hill
Companies, Inc
Katzung, B. G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Penerbit buku kedokteran EGC
The Medical Letter. (2002). Adverse Drug Interaction Program. Version 1.2. NY: The Medical
Letter
Traub, G. What Foods are High in Lysine and Low in Arginine.
http://www.sandiegohomeopathy.com/downloads/Lysine_Arginine_Foods.pdf
Traub, G. What Foods are High in Lysine and Low in Arginine.
http://www.sandiegohomeopathy.com/downloads/Lysine_Arginine_Foods.pdf
UBM Medica. (2010). MIMS Indonesia. Petunjuk Konsultasi. Edisi 10. Jakarta: PT Medidata
Indonesia. Halaman 183-184