Minggu, 09 Maret 2014

ANTIBIOTIK GOLONGAN 
AMINOGLIKOSIDA
I.                   PENDAHULUAN
Interaksi obat atau lebih dikenal dengan istilah drug interaction, merupakan interaksi yang terjadi antar obat yang dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi obat dapat menghasilkan efek baik terhadap pasien, namun tidak jarang menghasilkan efek buruk, sehingga hal ini merupakan salah satu penyebab terbanyak terjadinya kesalahan pengobatan. Secara umum, kesalahan pengobatan akibat interaksi obat ini jarang terungkap akibat kurangnya pengetahuan kita, baik dokter, apoteker, apalagi pasien tentang hal ini (Dalimunthe, 2009).
Aminoglikosida merupakan first-line terapi untuk penyakit-penyakit tertentu yang spesifik, biasanya infeksi-infeksi yang dulunya terkenal, misalnya penyakit pes, tularemia, dan tuberkulosis; obat-obat ini juga sering digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerobik gram-negatif. Tidak seperti kebanyakan obat-obat yang menghambat sintesis protein mikroba, yang merupakan bakteriostatik, aminoglikosida merupakan bakterisid (Brunton, et.al., 2008).
II.                PENGERTIAN
Antibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup termasuk struktur analognya yang dibuat secara sintetik, yang dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies (Dalimunthe, 2009).
Aminoglikosida adalah sekelompok antibiotik bersifat bakterisid yang berasal dari berbagai spesies Streptomyces dan mempunyai sifat kimiawi, antimikroba, farmakologi dan efek toksik yang sama (Jawetz et al., 2008). Aminoglikosida merupakan senyawa yang terdiri dari dua atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat ikatan glikosidik pada inti heksosa (Ganiswarna, 1999).
III.             PEMBAGIAN OBAT-OBATAN
Berdasarkan kemampuan untuk membunuh kuman penyakit, antibiotik dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1.    Bersifat bakterisid (dapat membunuh bakteri), misalnya: penisilin, sefalosporin,streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin dan basitrasin.
2.    Bersifat bakteriostatik (menghambat perkembangbiakan bakteri), misalnya:sulfonamide, trimetropim, kloramfenikol, tetrasiklin, linkomisin danklindamisin.Aktivitas antibiotik tertentu (misalnya INH dan eritromisin) dapat meningkatdari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkanmelebihi kadar hambat minimal (KHM)
Berdasarkan spektrum aktivitasnya antibiotik dibagi menjadi:
1.    Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif maupungram negatif, contoh : turunan tetrasiklin, turunan kloramfenikol, turunanaminoglikosida, turunan makrolida, rifampisin, beberapa turunan penisilinseperti ampisilin, amoksisillin, bakampisilin, karbenisilin, hetasilin, pivampisilin, sulbenisilin dan tikarsilin serta sebagian besar turunansefalosporin.
2.    Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram positif, contoh : basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin, seperti benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenetisilin K, metisilin Na,nafsilin Na, oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan floksasilin Na,turunan linkosamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosporin. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram negatif,contoh: kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.
3.    Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap Mycobacteriae(antituberkulosis), contoh: streptomisin, kanamisin, sikloserin, rifampisin,viomisin, kapreomisin.
4.    Antibiotik yang aktif terhadap jamur (antijamur), contoh: griseofulvin danantibiotik polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan kandisidin.
5.    Antibiotik yang aktif terhadap neoplasma, contoh: aktinomisin, bleomisin,daunorubisin, doksorubisin, mitomisin dan mitramisin.
Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme atau tempat kerja antibiotik tersebut pada kuman, yaitu:
1.    Antibiotik yang bekerja menghambat sintesis dinding sel kuman, termasuk di sini adalah basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, ristosetin dan lain-lain.
2.    Antibiotik yang merubah permeabilitas membran sel atau mekanisme transport aktif sel. Yang termasuk di sini adalah amfoterisin, kolistin, imidazol, nistatin dan polimiksin.
3.    Antibiotik yang bekerja dengan menghambat sintesis protein, yakni kloramfenikol, eritromisin (makrolida), linkomisin, tetrasiklin dan aminogliosida.
4.    Antibiotik yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat, yakni asam nalidiksat, novobiosin, pirimetamin, rifampisin, sulfanomida dan trimetoprim.
Penggolongan antibiotik berdasarkan struktur kimia dibedakan beberapa kelompok yaitu:
1.    Antibiotik beta laktam, yang termasuk antibiotik beta laktam yaitu penisilin(contohnya: benzyl penisilin, oksisilin, fenoksimetil penisilin, ampisilin),sefalosporin (contohnya: azteonam) dan karbapenem (contohnya: imipenem).
2.    Tetrasiklin, contoh: tetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin.
3.    Kloramfenikol, contoh: tiamfenikol dan kloramfenikol.d) Makrolida, contoh: eritromisin dan spiramisin.
4.    Linkomisin, contoh: linkomisin dan klindamisin.
5.    Antibiotik aminoglikosida, contoh: streptomisin, neomisin, kanamisin,gentamisin dan spektinomisin.
6.    Antibiotik polipeptida (bekerja pada bakteri gram negatif), contoh: polimiksinB, konistin, basitrasin dan sirotrisin.
7.    Antibiotik polien (bekerja pada jamur), contoh: nistatin, natamisin, amfoterisindan griseofulvin (Dalimunthe, 2009).
IV.             MEKANISME KERJA
Aminoglikosida bekerja dengan tiga cara, yaitu (1) penghambatan sintesis protein dari bakteri. Setelah memasuki sel aminoglikosida akan mengikatkan diri dengan reseptor pada 30s ribosom bakteri, kemudian menghambat pengikatan dari aminoasil-tRNA dan mengakibatkan kesalahan pembacaan mRNA, sehingga protein yang tidak berfungsi yang disintesis; (2) mengganggu kompleks awal pembentukan peptida; dan (3) menyebabkan suatu pemecahan polisom menjadi monosom yang tidak berfungsi (Katzung, 1998).
Antibiotik aminoglikosida merupakan bakterisid yang kerjanya cepat. Pembunuhan bakteri tergantung pada konsentrasi, tetapi aktivitas bakterisid residual masih ada walaupun konsentrasi serum telah menurun di bawah konsentrasi penghambatan minimum (Brunton, et.al., 2008).
Diatur oleh potensial elektrik membran, aminoglikosida berdifusi melalui saluran-saluran encer yang dibentuk oleh protein porin pada membran terluar dari bakteri gram negatif dan memasuki ruang periplasma. Proses yang kecepatannya terbatas ini dapat diblok atau dihambat dengan penurunan pada pH atau kondisi anaerobik, seperti pada bisul. Sekali berada di dalam sel, aminoglikosida mengikat polysome dan mengganggu sintesis protein dengan menyebabkan kesalahan pembacaan dan terminasi prematur dari translasi mRNA. Protein abnormal yang dihasilkan mungkin dimasukkan ke dalam membran sel, mengubah permeabilitas dan kemudian menstimulasi transpor aminoglikosida (Brunton, et.al., 2008).
V.                TABEL INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT
No
Nama Obat A
Nama Obat B
Mekanisme Obat A
Mekanisme Obat B
Efek
Kategori
1.
Aminoglikosida
(Amikasin, Gentamisin, Tobramisin)
Antijamur
(Amphoterisin B, Imipenem)
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Berikatan dengan ergosterol pada membrane sel yang mempunyai gugus sterol.
Keduanya memiliki efek nefrotoksik sehingga dapat terjadi adisi efek nefrotoksik.  Amphoterisin B menurunkan klirens aminoglikosida.
Aditif
2.
Aminoglikosida
(Kanamisin, Streptomisin, Gentamisin, Neomisin)
Diuretik
(Asam etakrinat, Bumetanid, Furosemid)
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menghambat reabsorpsi ion Na, K dan Cl serta air di lengkung henle
Ototoksisitas - diuretik dapat menyebabkan kerusakan pada telinga dan gangguan pendengaran, tapak kerja aminoglikosida pada jaringan sel rambut pada telinga memudahkan penetrasi diuretik pada jaringan cochlear.
Aditif
3.
Aminoglikosida
(Gentamisin)
Preeclampsia
(Magnesium sulfat)
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menekan pengeluaran asetilkolin pada motor endplate
Memblok otot pernafasan – aminoglikosida dan ion magnesium punya aktivitas pemblok neuromuskular.
Aditif
4.
Aminoglikosida
Imunosupresan
(Siklosporin)
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menekan secara langsung sel T helper subsets dan menekan secara umum produksi limfokin-limfokin
Nefrotoksik
Aditif/sinergis
5.
Aminoglikosida
Gallium
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
-
Nefrotoksik
Aditif
6.
Aminoglikosida
Malathion
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin
Kemungkinan depresi pernafasan
Aditif
7.
Aminoglikosida
Agen pemblok neuromuskular
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menghambat pengikatan dan efek dari ACh ke reseptor
Peningkatan pemblok neuromuskular
Aditif
8.
Aminoglikosida
Polimiksin
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Merusak membran dalam dan membran luar dari bakteri gram negatif
Nefrotoksisitas; peningkatan pemblok neuromuskular
Aditif
9.
Gentamisin
Pancuronium
Aktivitas pemblok neuromuskular
Relaksan otot
Depresi pernafasan
Aditif
10.
Gentamisin
Cephalothin
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menghambat sintesa dinding sel bakteri dengan mengganggu cross-linking akhir peptidoglikan dan mengaktifkan enzim otolitik dinding sel.
Nefrotoksik- mekanisme belum dapat dipastikan.
Aditif
11.
Kanamisin
Cidofovir
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menghambat sintesis DNA virus dengan memperlambat kemudian menghentikan perpanjangan rantai
Nefrotoksik
Aditif
12.
Kanamisin
Atracurium
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menghambat transmisi neuromuskular
Depolarisasi dan non-depolarisasi relaksan otot
Aditif
13.
Kanamisin
Mesalamine/
apriso
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Mencegah sintesis histamine seperti prostaglandin dll
Nefrotoksik
Aditif






14.
Aminoglikosida (Amikasin, Gentamisin)
NSAID (Indometasin, Ibuprofen)
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menghambat enzim cyclooxygenase (COXs)
Peningkatan kadar aminoglikosida – NSAID menghambat filtrasi glomerulus aminoglikosida.
Potensiasi
15.
Aminoglikosida
Vankomisin
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu
Menghambat sintesis dinding sel
Kemungkinan nefrotoksisitas dan ototoksisitas
Potensiasi


VI.                   INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT HERBAL
No
Obat A
Herbal
Mekanisme obat A
Mekanisme herbal
Efek
Kategori
1
Aminoglikosida (amikasin, gentamisin, tobramisin)
Ginkgo Biloba
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
Menyebabkan ototoksisitas dengan merusak bagian telinga dalam.
Meningkatkan sirkulasi darah
Meningkatkan ototoksisitas
Aditif
2
Vancomisin
Calophillum moonii
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
Mengandung Calozeyloxanton yang bersifat antibakteri
Meningkatkan efek antibakteri vancomisin
Sinergis
3
Gentamisin, vancomisin
Garcinia mangostana
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
Mengandung α-mangostin yang bersifat antibakteri
Meningkatkan efek antibakteri gnetamisin dan vancomisin
Sinergis

VII.                   INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN

No.
Nama Obat
Makanan
Mekanisme Obat A
Mekanisme Makanan
Efek
1.
Aminoglikosida
Yogurt
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
Mengandung Lisin, meningkatkan terbentuknya karnitin, dengan demikian lemak tubuh yang mengalami β-oksidasi semakin meningkat
Meningkatkan ototoksisitas
2.
Aminoglikosida
Keju Parmesan
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
Mengandung Lisin, meningkatkan terbentuknya karnitin, dengan demikian lemak tubuh yang mengalami β-oksidasi semakin meningkat
Meningkatkan ototoksisitas
3.
Aminoglikosida
Susu
Menembus dinding sel bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu.
Mengandung Lisin, meningkatkan terbentuknya karnitin, dengan demikian lemak tubuh yang mengalami β-oksidasi semakin meningkat
Meningkatkan ototoksisitas
                                                                                                         (Traub)


VIII.             CONTOH OBAT DI PASARAN
1.      ALOSTIL (Phapros)
Komp: Amikacin Sulfate
2.      ETHIGENT (Ethica)
Komp: Gentamicin Sulfate
3.      GARAMYCIN (Schering-Plough)
Komp: Gentamicin Sulfate
4.      GLYBOTIC (Sanbe)
Komp: Amikacin
5.      KANAMYCIN MEIJI (Meiji)
Komp: Kanamycin monosulfate
6.      MIKAJECT (Mahakam Beta Farma)
Komp: Amikacin Sulfate
7.      MIKASIN (Kalbe Farma)
Komp: Amikacin Sulfate
8.      OTTOGENTA (Otto)
Komp: Gentamicin sulfate
9.      SAGESTAM (Sanbe)
Komp: Gentamicin sulfate
1.  TIMACT INJEKSI (Fahrenheit)
Komp: Gentamicin Sulfate (IDI, 2012).
  
DAFTAR PUSTAKA
Baxter, K. (2008). Stockley’s Drug Interactions. Eighth Edition. UK: Pharmaceutical Press. Pages 285-291
Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., and Buxton, I. (2008). Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. Pages 751, 753
Dalimunthe, A. (2009). Interaksi pada Obat Antimikroba. Medan: Departemen Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 3, 12-13.
Ganiswarna, S.G. (1999). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Halaman 661
IDI. (2012). MIMS. Edisi Bahasa Indonesia. Volume 13. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Halaman 207-209
Iperen, J. H. V., and Iperen, S. M. V. (1986). Supreme Court of Iowa.
http:// scholar.google.co.id
Jawetz, E., Melnick, J.L. and Adelberg, E.A.. (2008). Medical Microbiology, 23rd Ed. The McGraw-Hill Companies, Inc
Katzung, B. G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Penerbit buku kedokteran EGC
The Medical Letter. (2002). Adverse Drug Interaction Program. Version 1.2. NY: The Medical Letter
Traub, G. What Foods are High in Lysine and Low in Arginine.
 http://www.sandiegohomeopathy.com/downloads/Lysine_Arginine_Foods.pdf

UBM Medica. (2010). MIMS Indonesia. Petunjuk Konsultasi. Edisi 10. Jakarta: PT Medidata Indonesia. Halaman 183-184